Kamis, 19 Januari 2017

Resume Kulwap ke-3

Bismillahirrahmanirrahim

Resume Kulwap Parenting KOBAR ke 3

{ Komunitas Ibu Belajar }

Kamis, 08 Desember 2016

15.00

Tema: Innerchild

Nara Sumber: Ibu Mutiara Hafianti

Profile singkat :

MUTIARA HAFIANTI Seorang Ibu Rumah Tangga, 3 anak

1. Anasyara, perempuan, 9.5 tahun

2. Arasya, laki2, 7,5 tahun

3. Atisya, perempuan, 22 bulan

* Mulai Belajar Parenting sejak 2010 s/d sekarang .

* Telah mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan bimbingan via grup media sosial bersama pakar-pakar parenting diantaranya : Ibu Elly Risman, Psi, Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Ibu Sarra Risman, Ibu Wina Risman, Bpk. Faisal Sundani, Bpk Adep Haerul Ghani, Ust. Harry Santoso, Ust. Adriano dan lainnya.

* Aktif dalam komunitas parenting "YAYASAN KITA DAN BUAH HATI" dan "YUK JADI ORANGTUA SHALIH-JAKARTA"

* Sejak tahun 2014 telah mendirikan EO bersama keluarga , RADEESYA EDUPRODUCTION yang bergerak dalam Event khusus Parenting dan Edukasi Keluarga .

* Sejak Tahun 2016 telah bergabung menjadi relawan ’pembisik’ SEMAI 2045 , dibawah asuhan YAYASAN KITA DAN BUAH HATI.

Moderator: Cut Rafiqa Majid

Co-Moderator: Mu'minatun

Notulen: Hasfiani

*** Materi ***

Bismillah..

Me, My Self and I : Innerchild dan Parenting

Sebuah persepsi dan pengalaman pribadi…

“Apabila tekanan udara di kabin ini berkurang secara tiba-tiba, maka masker oksigen akan keluar dari tempatnya sehingga terjangkau, tarik dengan kuat masker oksigen ke arah anda, pasang penutup di mulut dan hidung, kaitkan karetnya di kepala, dan bernafaslah seperti biasa. Bagi penumpang yang membawa anak-anak, dianjurkan untuk mengenakan masker terlebih dahulu, setelah itu barulah kenakan masker pada anak anda.“

Kalimat di atas adalah penggalan dari skrip standar keselamatan maskapai yang selalu diucapkan oleh pramugara/pramugari saat kita akan bepergian menggunakan pesawat terbang. Saat terjadi keadaan darurat, orang tua harus menolong dirinya sendiri dulu sebelum menolong anak atau orang lain. Kita tidak akan berguna bagi orang lain tanpa kita menolong diri sendiri dulu.

Analogi di atas kerap digunakan ibu Elly Risman dalam seminar-seminar parenting beliau. Untuk menggambarkan bahwa dalam kaitannya dengan tugas kita sebagai orang tua, yang adalah ‘menolong’ anak sampai ia mampu menjadi manusia dewasa yang lengkap baik secara agama, pribadi dan sosial, sebelumnya sangat penting untuk kita orang tua menolong diri sendiri terlebih dahulu. Selesai dengan masalah diri sendiri dulu.

Apa yang saya sendiri rasakan setelah bertahun belajar ilmu pengasuhan, ada situasi tertentu dimana saya merasa sulit untuk mengakses ilmu-ilmu itu, apalagi menerapkannya. Situasi-situasi dimana saya rasakan ada tekanan emosi dari anak-anak, sehingga saya merasa seakan terpojok secara emosi. Sudah tahu bagaimana seharusnya seorang ibu mengekspresikan rasa marah, atau kecewa, atau sedih; tapi tak kuasa rasanya untuk melakukan hal yang seharusnya itu. Cara marah kembali pada cara marah saya sebelum belajar ilmu pengasuhan.

Sumbu saya pendek. Ujung-ujungnya ngomel lagi.. ngomel lagi. Merasa tidak kreatif dalam menyampaikan nilai-nilai yang saya harapkan ke anak-anak. Ada saat dimana saya sulit enjoy kala sedang main dengan anak. Saya melakukannya hanya karena itu ‘kewajiban’, bahwa ibu harus main-main juga sama anak untuk menciptakan bonding, tapi tidak sampai ke hati, tidak saya nikmati prosesnya.

Alhamdulillah, Segala Puji Hanya Milik Allah, sungguh luas ilmuNya. Saya diberi nikmat, anugrah, rezeki tak terhingga berupa ilmu Nya sebagai bekal saya menjadi ibu bagi anak-anak. Tapi namanya juga bekal, ya harus terus diisi ulang. Belajar lagi dan lagi. Untuk memaknai setiap peristiwa yang saya jalani bersama anak-anak.

Allah izinkan saya untuk mengikuti pelatihan ‘Healing Innerchild Within’ sehingga sedikit bisa dipahami oleh diri yang sangat terbatas ini KENAPA nya. KENAPA sumbu saya pendek dan lain-lain itu yang sudah saya uraikan di paragraph sebelumnya. Saya akan coba untuk mengaitkan hubungan antara diri ini, ilmu pengasuhan yang saya dapat dari guru-guru pengasuhan saya dan ‘innerchild’.

Jadi dalam 1 situasi, misalnya anak tantrum, saya tau teorinya bagaimana. Tapi saat saya berusaha mengakses ilmu itu, ‘tubuh’ saya seperti masih terikat di tempat saya berdiri. Dan jika teori mengatasi anak tantrum sudah berhasil saya hadirkan, maka rasanya seperti saya di sisi ini, sementara ilmu itu ada di sisi lain dari diri saya dan antara kami dibatasi oleh kaca yang tebal. Saya tidak mampu mempraktekkannya, hanya mampu sampai mengingatnya. Dan yang saya lakukan ya ngomel lagi misalnya, atau ikutan marah seperti anak saya yang sedang tantrum.

Manusia cenderung bertindak otomatis dalam suatu keadaan, terutama dalam tekanan. Otomatis sesuai dengan gambaran/skema-istilah pak Asep/wiring-istilah Ibu Elly, yang sudah ada di pikirannya. Perilakunya akan menyesuaikan dengan apapun gambaran/skema/wiring tersebut. Dalam kondisi normal tanpa tekanan, dengan kondisi mental yang sadar saja perlu waktu dan usaha untuk berprilaku sesuai dengan ilmu yang baru kita pelajari, karena sudah sangat terbiasa dan otomatis dengan gambaran/skema/wiring yang sudah kita miliki puluhan tahun sebelumnya. Apatah dalam kondisi tertekan.

Di awal pelatihan innerchild, peserta diminta untuk mengenali apakah dalam dirinya ada trauma. Diajak bernostalgia peristiwa apa yang membuat diri trauma. Diajak flash back, apa pengalaman indrawi yang dirasakan saat peristiwa itu berlangsung. Dicari unfinished business nya. Bagaimana PERASAAN saat peristiwa berlangsung? Kata-kata apa yang ada di PIKIRAN namun tidak terucapkan saat itu? Kalau saja bisa, INGIN MELAKUKAN apa saat itu? Apa HARAPAN/KEBUTUHAN yang kita ingin orang lain berikan saat itu?

Sebagai contoh saat group therapy, orang yang ‘ceritanya’ menjadi klien saya memiliki salah satu trauma yaitu lelah jiwa karena selalu mendengar ibunya menceritakan kejelekan ayahnya. Unfinished business ibu fulanah adalah : perasaan beliau MARAH, MUAK, LELAH; pikiran beliau ingin BERKATA STOPP IBU; ia ingin melakukan BERTERIAK DAN BICARA PADA IBUNYA untuk menghentikan kebiasaan ibunya bercerita tentang kejelekan ayahnya; harapan dan kebutuhan beliau adalah IBUNYA meminta maaf padanya, MEMELUK tubuhnya.

Jadi peserta diajak untuk menyadari apa yang awalnya tidak disadari, ikhlas menerima ketentuan Nya telah mengalami pengalaman traumatis tersebut. Membiarkan diri belajar, mendapat ragam manfaat dari pengalaman itu dan menjadi orang yang punya pilihan bebas. Sehingga kita lebih sayang pada diri sendiri, ternyata tidak apa menjadi egois karena akhirnya dapat membebaskan diri dan tidak terpenjara.

‘Klien’ saya ibu fulanah berusia 42 tahunan saat ini. Peristiwa yang ia alami kira-kira saat ia berusia 8 tahun. Berarti sudah 34 tahun ibu fulanah memendam perasaan, pikiran dan kebutuhan yang ia rasakan. Di saat tertentu, bagian emosi ibu fulanah usia 8 tahun yang telah lama ditekan dan dipendam dalam dirinya keluar. Inilah kurang lebih gambaran innerchild. Karena si ibu fulanah kecil sebenarnya butuh kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya, butuh pengakuan.

Emosi sebenarnya netral. Tidak ada positif atau negative. Yang ada hanya tepat dan tidak tepat. Jika emosi tidak tepat dengan stimulus, maka patut diperiksa apakah ada Unfinished business dalam diri yang harus diselesaikan.

Untuk menangani trauma atau menyelesaikan Unfinished business, kami dikenalkan dengan beberapa metode terapi yaitu NET (Narative Exposure Therapy), empty chair, psikodrama dan ego state. Silahkan google untuk keterangan lebih lanjut.. hehe karena saya pun bukan ahlii..

Pelajaran menarik selanjutnya menurut saya adalah dengan mempelajari Struktur Kepribadian yang merupakan teori awal innerchild. Di bagian ini kami belajar EGO STATE yang merupakan personality/kepribadian mini/sifat.

Detail dan arti ego state terlampir dalam gambar.

Dalam praktek pengasuhan sehari-hari setelah mengetahui ilmu ego state, jika terjadi hal ‘darurat’, seolah dalam diri akan berusaha untuk ‘menetralkan’ skema terdahulu yang muncul pertama kali, menghindari perilaku otomatis sesuai skema yang telah ada bertahun lamanya.

Sebagai contoh, situasi anak sulung saya yang dalam usia pra baligh dan sedang mengalami moodswing. Dulu, walau sudah tahu anak pra baligh akan mengalami moodswing, tapi tetep aja saya kesal dan dalam pikiran saya langsung ‘berkata’ :

Rebellious Child : iih udah gede juga masa kelakuannya gitu, ama orang tua kok ga sopan gitu sih, hhhuuuh bunda juga cape kalii…

Critical Parent : waduh gagal deh gue udah belajar parenting tapi anak udah segede gini kok malah rewel reseh gini,

Kemudian selanjutnya jadi sama-sama moodswing deh. Hiks.

Nah kalo sekarang, saat anak moodswing, maka emosi yang muncul bisa diterima dulu. Baru kemudian terdengar :

Nurture parent : hhm dia juga ga nyaman lho ngerasainnya, pengaruh hormon iniih, astaghfirullah selama ini gw udah salah sih cara responnya.. sabar ajaa.. nanti baru lurusin cara moodswingnya tetap sopan yaa nak sama orang tua, iyaa sebel juga sih.. tapi kasih dia ruang yaa.. diskusi nanti.. anak ini fitrahnya baiik..

Dengan mengenali ego state, berasa jadi moderator untuk me, my self and I; bagian-bagian diri yang suka ribut sendiri-sendiri. Alhamdulillah terasa lebih utuh dalam menerima dan memaafkan kekurangan diri sendiri yang insyaallah lebih bermanfaat untuk perjalanan mengasuh anak-anak, main dan menghabiskan waktu dengan anak juga terasa lebih ringan.

Tentu saja manusia tetap adalah makhluk yang lemah. Ada kalanya suara Nurture Parent sebesar apapun tak mampu meredakan suara Critical Parent. Maka itulah waktunya memohon pertolongan pada Sang Maha Penolong. Sang Maha Melembutkan hati hambaNya.

Selain yang telah disebutkan diatas, masih ada beberapa tehnik lainnya yang diperkenalkan dalam mengenal dan menyayangi diri sendiri dalam pelatihan ini, salah satunya mengenali innerchild dengan tehnik gambar. Tehnik terapi Alhamdulillah dapat sedikit-sedikit digunakan di rumah untuk diri sendiri dan anak-anak.

Setelah ini, tantangan pengasuhan tidak kemudian menjadi lebih mudah, tapi di setiap proses saya mencoba terus menyelesaikan dulu urusan dengan diri sendiri. Agar dapat berfikir lebih jernih dan berprilaku sesuai dengan harapan. Insyaallah.

Agar Allah kuatkan masing-masing diri untuk menang melawan nafsu diri sendiri. Agar Allah terus beri pertolongan dalam mengasuh amanahNya. Aamiin

Wallahu a’lam bish shawwab

#marimengasuhdenganilmu

#RadeesyaBekasi2017

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bismillah..

Sedikit tentang Ego State

Dari pengalaman mengikuti pelatihan Healing Innerchild Within bersama Bapak Asep Haerul Ghani.

Struktur ego state terdiri dari :

1. Ego state PARENT

• Sikap, tindakan, pikiran dan perasaan yang diambil dari orang tua atau figur orang tua

2. Ego state ADULT

• Sikap, tindakan, pikiran dan perasaan yang merupakan tanggapan langsung terhadap kenyataan saat ini

3. Ego state CHILD

• Sikap, tindakan, pikiran dan perasaan yang merupakan perujudan dari masa anak-anak atau keputusan anak-anak

Fungsi ego states :

Dari ego state PARENT:

1. CRITICAL PARENT

• Mengkritik, menuduh, otoriter

2. NURTURING PARENT

• Meyakinkan, perduli, menyemangati, mendukung, memahami

Dari ego state ADULT :

1. REBELLIOUS CHILD

• Bagian anak-anak yang rewel, rebut, temperamen; melawan, mengeluh, menyimpang

2. ADULT

• Tidak menuduh, terbuka, antusias, percaya diri, mengacu pada kenyataan

Dari ego state CHILD:

1. ADAPTED CHILD

• Penurut, pasif, nrimo

2. FREE CHILD

• Rasa ingin tahu tinggi, spontan, energetic, ceria

Ego state dapat dianalogikan seperti topeng. Topeng yang kita ’gunakan’ sehari-hari saat bersama suami dan anak-anak tentu beda dengan topeng yang digunakan saat kita lagi arisan di lingkungan RT. Beda lagi saat kita menghadiri reunian SMA, misalnya. Beda juga saat kita harus konsultasi raport dengan wali kelas anak-anak.

Dengan menyadari adanya topeng-topeng itu, insyaallah akan membantu kita untuk mengenali diri sendiri. Ayo kita coba latihan. Untuk memudahkan, diantara peran-peran yang harus kita jalani dalam kehidupan, pilih beberapa yang paling banyak menyita waktu kita. Kemudian tuliskan dan kategorikan ego statenya.

Contoh, latihan milik ibu Bunga, foto terlampir.

Setelah latihan menuliskan ego state kita, mari kita tuliskan ego state salah satu anak kita.

Contoh, latihan milik anak ibu Bunga, Gathan 8 tahun, foto terlampir.

Nah, yang bisa kita lihat dari kedua contoh, ego state sebenarnya bisa kita jadikan sebagai ‘alat’ untuk menghadapi tantangan dari anak-anak kita.

Yaitu:

Dalam menghadapi ego state Gathan yang selalu ingin bereksplorasi karena rasa ingin tahunya yang tinggi, Ibu Bunga harus hadapi dengan ego state terbuka atau berminat dulu. Ego state Adult nya dibesarkan dulu. Karena kalau dihadapi dengan galak atau ego state Rebellious child yang muncul, maka Gathan rasa ingin tahunya lama kelamaan akan mati.

Hal ini bisa dilakukan juga untuk suami.

Saat pelatihan, untuk pasangan suami istri, kami diminta untuk menuliskan masing-masing ego state dan mengkategorikannya. Untuk ‘look back’ selama ini yang bisa bikin berantem itu kalo ego state apa ketemu ego state apa yaa. Pun juga untuk kondisi mesra itu biasanya ego state mana harus ketemu ego state suami yang mana.

Contohnya, ibu Bunga kan orangnya ambekan – rebellious child, jadi akan memperburuk suasana kalo suami ibu Bunga menanggapinya dengan kritis – critical parent. Kata-kata seperti ‘udah tua juga masih aja ambekan’ atau ‘ga jelas banget sih maunya apa, dieem terus’; tentu tidak akan membantu keadaan. Beda halnya jika suami ibu Bunga menanggapi dengan nurturing parent : ‘kamu marah yaa sayaang? Aku minta maaf yaa.. bisa kita bicara sekarang atau kamu masih butuh waktu?’

Demikian juga saat suami yang lagi marah.

Semoga penjelasan saya disertai contoh diatas dapat sedikit memberi gambaran.

Dalam peristiwa2 hidup yang kita alami, tentu banyak macam ego state diri ini yang muncul.

Selain ego state, yang juga muncul sebagai sikap kita adalah Introject. INTROJECT adalah ketika diri kita mengambil sikap, pikiran dll dari seseorang yang mempengaruhi kita.

Jadi sebenarnya pikiran, sikap tersebut 'bukan guee banget', tapi kemudian dapat mempengaruhi diri kita.

Contohnya seorang perempuan anak kyai yang saklek, tidak pernah boleh keluar rumah kemudian menikah dengan laki-laki yang hobi travelling. Suami sukaa sekali jalan-jalan. Ego state suami riang, bebas, energik. Setelah menikah, istri memiliki introject hidup mesti dinikmati atau hidup tidak selalu tentang ibadah, yang ia dapatkan dari suaminya.

Setiap ego state dan introject yang muncul pasti punya tujuan baik. Allah sudah tentukan yang terbaik tentu saja untuk kita.

Wallahu a’lam bish shawwab

Disclaimer : Kulwap ini hanya merupakan pengantar/pengenalan dari materi Pelatihan Healing Innerchild Within yang dibimbing oleh Bapak Asep Haerul Ghani, selama 16 jam. Apabila ada pertanyaan dan atau masalah yang disampaikan, insyaallah tim kami akan membantu sebisanya. Namun jika trauma banyak dan berat tetap disarankan untuk langsung bertemu muka dengan ahlinya.

Karena NET itu bila pakai WA kelemahannya banyak, yaitu tiada ekspressi emosi yg terlihat, dan kadang perlu ada sentuhan dan pemberian semangat langsung kepada klien.

Agar Allah selalu menolong kita untuk memiliki jiwa yang tenang. Aamin

Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar